Laman

Translate

Minggu, 05 Mei 2013

“ARSITEKTUR: MENJADIKAN MANUSIA SEMAKIN MANUSIA” catatan pinggir dari perbatasan Burma

oleh : Eshciesiiwallakatuk
Seperti juga berbahasa, melangkah, ialah upaya seorang arsitek untuk semakin menyatakan dan menyempurnakan kemanusian untuk tujuan sebesar-besarnya pembangunan manusia.
Nama kelompok arsitek TYIN tegnestue Architects,” Nampaknya tidak terlalu familiar di dikalangan penikmat seni bangunan yang ada di Indonesia, dibandingkan dengan gegap gempitanya membincangkan gedung ‘Taipe 101’, dengan jumlah lantai 101 dirancang oleh C.Y. Lee, arsitek Taiwan lulusan Cheng Kung University, yang kemudian kalah pamor dengan ‘Burj Khalifa’, gedung pencakar langit di Dubai, Uni Emirat Arab, dengan ketinggian 828 m (2717 ft), dirancang oleh Adrian Smith, yang bekerja dengan Skidmore, Owings and Merrill.
TYIN,” berdiri sejak tahun 2008, fokusnya memang untuk membangun proyek-proyek di daerah miskin dan terbelakang, seperti di Thailand, Sumatera Uganda, dan Norwegia. Sebuah panggilan berarsitektur untuk mencari Solusi, di mana arsitektur dipahaminya sebagai segala sesuatu yang memiliki tujuan luhur, Dengan pelibatan secara aktif dari penduduk setempat dimana proyek itu dibangun, mulai dari proses disain hingga pembangunannya. TYIN, dengan segala kemampuannya membangun kerangka kerja berpikir untuk saling tukar pengetahuan dan keterampilan. Semua bahan/material yang digunakan dalam proyek-proyek TYIN yang dikumpulkan dari sekitar lokasi proyek, atau dengan cara membelinya dari para pedagang lokal.
TYIN Studio dimotori oleh Andreas G. Gjertsen dan Yashar Hanstad, yang berkantor pusat di kota Trondheim Norwegia. Tidak heran jika TYIN telah memenangkan beberapa penghargaan internasional dan proyek-proyek mereka telah dipublikasikan dan dipamerkan di seluruh dunia, walaupun bukan gedung pencakar langit yang mereka rancang.
Katakanlah proyek “Soe Ker Tie Bamboo Houses,” Dibangun Untuk anak Yatim dari para Pengungsi Karen, di daerah perbatasan Burma dan Thailand. Dengan proyek ini, TYIN membangun aliansi strategis yang dapat meningkatkan kehidupan bagi orang-orang dalam situasi sulit. Melalui kerjasama yang luas dengan penduduk setempat, dan saling belajar, dengan harapan bahwa proyek ini menjadi sumbangan kecil membangun manusia yang terkucilkan dari dunia luar.
Pekerjaan ini dimulai dari sebuah perjalanan pada musim gugur tahun 2008 TYIN perjalanan ke Noh Bo, sebuah desa kecil di perbatasan Thailand-Burma. Mayoritas penduduk adalah pengungsi Karen, banyak dari mereka adal anak-anak yatim akibat peperangan. Sewbelumnya memang Ole Jørgen Edna dari Levanger, Norwegia, yang telah memulainya dengan membangun panti asuhan di Noh Bo(2006), kemudian semakin hari semakin membutuhkan lebih banyak asrama. Dari awalnya hanya untuk berlindung 24 anak, hingga panti asuhan membutuhkan hampir 50 rumah.
Sebuah Konsep arsitektur berbasiskan kearifan lokal dimulai dari “Bagaimana menciptakan suasana atau situasi yang normal bagi anak-anak panti asuhan. Dalam proyek ini, setiap anak diupayakan untuk memiliki ruang pribadi mereka sendiri, rumah untuk tinggal dan lingkungan di mana mereka bisa berinteraksi dan bermain. Satu Unit bangunan untuk rumah bagi enam orang anak.
Karena
ekspresinya seperti kupu-kupu, masyarakat menyebutnya hiasan ‘Ker Soe Tie’. Dengan teknik tenun bambu yang digunakan di sisi dan belakang fasad adalah sama dengan yang mereka pahami seperti yang digunakan untuk rumah-rumah dan kerajinan lokal setempat. Semua bambu didapat dari wilayah sekitarnya. Bentuk atap yang miring satu arah memungkinkan optimalisasi ruang bagian dalam dari ‘Soe Ker Tie Bamboo Houses’, ventilasi alami, pada saat yang sama atap juga berfungsi sebagai pengumpul air hujan. Hal ini membuat daerah sekitar bangunan lebih berguna selama musim hujan, dan memberikan kemungkinan untuk mengumpulkan air untuk menghadapi musim kemarau.
Gbr.1.Potongan Bangunan; Memperlihatkan dimensi ruang dalam bangunan yang dapat dihuni oleh enam orang anak per unit bangunan.


Gbr,2: Menggunakan sistem konstruksi Pondasi titik yang dilindungi oleh ban bekas untuk mencegah kelembaban dan pencegahan pembusukan pada konstruksinya. Prinsip penting seperti bracing, penghematan bahan dan pencegahan kelembaban dapat menjadi semacam tradisi membangun yang lebih berkelanjutan di masa depan.

Gbr.3:Ini adalah ruang dalam bangunan yang cukup representative bagi enam orang anak. Ekspresi komposisi bambu dengan bahan lainnya bergaya lokal untuk pembahasan ekspresi baru.

Gbr.4: Komposisi bahan material antara rangka kayu, papan, dan anyaman bambu. Untuk Konstruksi kayu besi dibuat secara prefabrikasi dan dirakit di tempat, menggunakan baut untuk memastikan akurasi kekuatan dan ketepatan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi ketergantungan pada kayu tropis yang disampaikan oleh Karen National Union.
Gbr.5: mimik kecerian anak yang diwadahi oleh lingkungan baru untuk mereka tumbuh secara normal, sebuah karya arsitektur yang memanusiakan manusia

Tidak ada komentar: