Minggu, 26 Mei 2013
JELAJAH ARSITEK DAN ARSITEKTUR: Arsitektur Warung Kopi(bag.1)
JELAJAH ARSITEK DAN ARSITEKTUR: Arsitektur Warung Kopi(bag.1): Sepertinya hampir semua orang menyukai minuman yang berasal dari seduhan biji kopi yang telah dihaluskan, apakah itu disajikan dalam ...
Arsitektur Warung Kopi(bag.1)
Sepertinya hampir
semua orang menyukai minuman yang berasal dari seduhan biji kopi yang telah
dihaluskan, apakah itu disajikan dalam bentuk minuman hangat atau dingin,
tergantung dari selera masing-masing orang. Nongkrong dan ngobrol ‘ngalor-ngidul’
adalah dua kata yang melekat dengan warung kopi sepertinya bukan hal baru,
sudah sejak dulu, warung kopi menjadi tempatnya. Tak’heran jika lahir kata-kata
sindirian; “Obrolan warung kopi kok’dipercaya”, mungkin saja karena asyiknya
ngobrol, kita sudah agak bingung untuk membedakan mana pembicaraan yang serius,
dan mana pula obrolan sekedar ‘ngegosip’ di warung kopi. Terlepas dari apa yang
tengah mereka bincangkan di warung kopi, hakekatnya manusia sejak lahir
membutuhkan ruang-ruang sosial. Seperti kata M.J. Langeveld (M.J. Langeveld,
1955: 54); “Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas”
Jadi dalam
konteks konsep disain warung kopi, yang paling harus diperhitungkan dan
dipertimbangkan secara matang adalah; memiliki dimensi kesosialan, yang
memberikan peluang atau mewadahi kegiatan kontak sosial. Seperti
juga Immanuel Kant mengatakan; “Manusia akan menjadi manusia jika berada di
antara manusia.”
Berbeda
dalam konteks ekonomi, komoditas kopi dan lokasi dimana warung kopi itu berada,
adalah menjadi sangat penting. Rasa dan aroma sebagai komoditas dagang dari
seduhan kopi menjadi penting, dan menjadi daya tarik utamanya.
Saya kira
dua hal diatas tak’perlu dipertentangan mana yang jauh lebih penting, karena
pada akhirnya perwujudan “Warung kopi” itu menjadi satu paket antara; Rasa,
aroma, dengan suasana ruang dengan dimensi sosialnya.
Berikut ini
adalah beberapa model disain warung kopi yang menggabungkan antara rasa, aroma
dan suasana ruang. Tentu saja sang pemilik warung kopi lebih memahami, mana
konsep yang harus lebih ditekankan dari wujud ‘Warung kopi’ miliknya.
Warung kopi Starbucks Dazaifu,
Jepang.
Tampilan Starbucks Dazaifu, pada bagian depan arah pintu masuk |
Salah satu bisnis warung kopi yang mengusung
konsep waralaba, salah satunya adalah “Starbucks coffee shop”
Starbucks Corporation
adalah sebuah perusahaan kopi dan jaringan kedai kopi global asal Amerika
Serikat yang berkantor pusat di Seattle, Washington. Starbucks adalah
perusahaan kedai kopi terbesar di dunia,dengan 20.336 kedai di 61 negara,
termasuk 13.123 di Amerika Serikat, 1.299 di Kanada, 977 di Jepang, 793 di
Britania Raya, 732 di Cina, 473 di Korea Selatan, 363 di Meksiko, 282 di
Taiwan, 204 di Filipina, dan 164 di Thailand, juga beberapa outletnya di negeri
kita Indonesia.
Suasana Interior Starbucks Dazaifu, dengan rajutan batang kayu. |
Jika kita melihat ciri-ciri konsep disainnya,
mengusung nuansa klasik, bermain-main dalam warna bernuasan alami, dan kontekstual
dengan kelokalan dengan tetap mewujudkannya dalam suasana modern.
Salah satunya adalah ‘Starbucks
coffee shop’ di Dazaifu, Jepang. Yang menggunakan pendekatan kuil
Shinto di Dazaifu. Fitur yang paling mengesankan dari
disainnya tampak didominasi oleh kisi-kisi diagonal seperti sebuah rajutan
benang yang saling menyilang. Katanya terbuat dari lebih dari 2000 batang kayu. Seluruh dinding ruang dalam hingga ke entrance-nya
difinish oleh rajutan batang kayu yang seolah-olah seperti ruang ini dilingkupi
oleh sculpture kayu yang sangat menarik.
Kalau ditanya soal rasa ‘kopinya’, Starbucks
memang sudah punya ciri khas tersendiri, Menurut saya yang kebetulan terbilang ‘Penyeruput
kopi setia’, rasanya biasa-biasa saja, tapi kalau khususnya di Jakarta,
nongkrong di ‘Starbucks coffee shop’ memiliki gengsi tersendiri,
mungkin disitulah letak dimensi sosial yang hendak dijawabnya.
Warung
Kopi Asiang
Banyak
cara atau kiat yang dilakukan oleh para pemilik warung kopi. Salah satunya yang
menurut saya unik adalah “Warung Kopi Asiang” yang terletak di tengah-tengah
keramaian kota Pontianak, Kalimantan Barat, tepatnya di Jalan Merapi.
Warung
kopi ini punya cita rasa yang khas. Belum sah rasanya disebut penikmat kopi,
jika belum pernah menyeruput panasnya kopi Asiang. Biji kopi yang diproses
secara handmade, keunikan sang pemilik Asiang sekaligus penyeduhnya selalu bertelanjang
dada dalam meracik kopi pembelinya. Asiang selalu sibuk menyeduh kopi dekat
kompor yang memang panas dengan bertelanjang dada alias tidak memakai baju.
Boleh jadi ciri ini merupakan satu-satunya di Indonesia.
Disain
warung kopi ini sangat sederhana, tidak ada ‘Embel-embel’ unsur dekoratif yang
biasanya diupayakan untuk menarik atau memikat mata pengunjungnya. Hanya
tersedia meja-meja sederhana yang biasanya, satu meja terdiri dari empat kursi.
Jadi letak dimensi sosialnya hanya ditekankan pada satu meja dengan empat kursi
yang nantinya digunakan oleh para pembeli yang menyeruput kopi panas sambil nongkrong
atau ngobrol.
Warung
kopi ini buka setiap hari mulai pukul 04.00 WIB hingga pukul 12.30 WIB warung
ini sudah ramai dikunjungi pelanggan untuk menikmati kopi hasil seduhan dan racikan
Asiang. Warung kopi ini sudah berdiri sejak 50 tahun yang lalu. Pak Asiang rupanya
telah menekuni pekerjaan ini sejak kecil, yang keahliannya diturunkan oleh orangtuanya
dalam membuat kopi bubuk, meracik, dan menyeduhnya.
Kalau
ditanya siapa pelanggannya?, dari kalangan pejabat hingga masyarakat umum. Biasanya
mereka mampir ke warung kopi Asiang sebelum berangkat kerja. Jika pada hari
Sabtu dan Minggu, kita harus bersabar antri, hanya untuk mendapatkan tempat
duduk, maklumlah warung kopi yang satu ini dikelola dengan gaya tradisional
yang belum menggunakan istilah “Pesan tempat”
Harga segelas kopi Asiang relatif murah, jika dibandingkan dengan Starbucks coffee. Kita cukup menyediakan uang lima ribu rupiah saja sudah dapat menikmati “Kopi Asiang”.
Harga segelas kopi Asiang relatif murah, jika dibandingkan dengan Starbucks coffee. Kita cukup menyediakan uang lima ribu rupiah saja sudah dapat menikmati “Kopi Asiang”.
Warung kopi Tak Kie
Warung kopi Tak Kie adalah salah satu warung kopi yang
terkenal di Jakarta, sudah berdiri sejak tahun 1927. Warung ini berada di kawasan
Pecinan Glodok, Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, tepatnya di jalan Pintu Besar
Selatan III, Glodok.
Tidak jauh berbeda dengan warung kopi Asiang di Pontianak
yang memiliki kekhasan pada rasa dan aroma kopi sebagai daya tariknya, bedanya,
warung kopi Tak Kie di tata dengan nuansa yang terkesan ‘Tempo Dulu’ banget,
seperti nuansa yang terdapat dalam film-film kungfu klasik yang dibintangi
Bruce lee atau Jacky Chan. Kursi-kursi yang terbuat dari kayu jati masih
terawat dengan baik, mungkin saja ada kursi yang sudah berumur 85 tahun lebih,
jika kita menghitungnya dari awal kelahirannya warung kopi ini.
Nama warung Tak Kie sendiri berasal dari kata
"Tak" yang artinya orang yang bijaksana, Warung kopi ini didirikan
oleh Liong Kwie Tjong dari China Daratan, kedai kopi Tak Kie hanya sebuah
gerobak yang berdiri di sekitar pasar Glodok. Kedai ini terus berkembang sampai
sekarang. Generasi ketiga yaitu Latif Yulus alias Ayauw (62). Warung kopi Tak
Kie, buka mulai pukul 6.30 sampai pukul 2.00 siang.
Nongkrong dan ngobrol santai adalah dua kata yang melekat dengan warung kopi sepertinya bukan hal baru, sudah sejak dulu, warung kopi menjadi tempatnya. |
Langganan:
Postingan (Atom)